Background

Perkawinan Adat Masyarakat Bandar Lampung


Masyarakat penduduk asli dari daerah Lampung yang semakin terdesak oleh adanya Transmigrasi juga bersifat Genealogis-patrilineal di mana kepengurusan pemerintahan adat keberabatannya dipegang oleh keluarga-keluarga dari KEBUWAYAN ( keturunan ) menurut garis laki-laki. Bahkan merupakan corak tradisional masyarakat Lampung dalam hukum kewarisan berlaku “sistem mayorat laki-laki”  artinya anak tertua laki-laki menguasai seluruh harta peninggalang orang tuanya dengan kewajiban mengurus adik-adinya sampai dewasa dan sampai dapat hidup mandiri. Harta peninggalan itu tetap tidak terbagi-bagi, merupakan milik keluarga bersama, yang kegunaannya untuk kepentingan anggota keluarga/kerabat bersama dibawah pengaturan dari anak laki-laki tertua sebagai pengganti kedudukan ayahnya.  Misalnya, sampai sekarang masih terdapat bangunan yang disebut NUWON BALAK atau LABAN GEDUNG yaitu bangunan rumah panggung besar tempat kedudukan anak laki-laki tertua atau TANOH MANYAMAK ( tanah kerabat yang berisi tanah, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, atau penengkapan ikan bersama di daerah TULANG BAWANG
.
Sementara itu mengenai hukum perkawinan masyarakat Lampung, khususnya pada daerah masyarakat Abung Siwo Mego ( Abung sembilang Marga ) dan Pubian Teluk Suku ( Pubian tiga Suku ), sama sekali tidak dikenal perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang merupakan anak dari saudara sekandung laki-laki. Akan tetapi pada masyarakat Rarem Mego Pak ( Rerem Empat Marga ) dan Buay Lima ( Sungkay dan Wai Kanan ), perkawinan yang disebut tadi, dapat dilangsungkan. Namun ini bukanlah suatu kelaziman, dan alasan yang mendorongnya adalah harta menjadi tetap utuh atau karena keluarga yang bersangkutang hanya mempunyai anaka tunggal. Pada masyarakat Lampung, perkawinan yang lazim ( umum dilakukan )adalah perkawinan antara orang laki-laki dengan orang perempuan yang merupakan anak dari dua saudara sekandung laki-laki dan perempuan juga dapat di langsunkan. Masyarakat disana berpendapat bahwa adalah tidaka layak apabilah setiap anak dapat langsungkan perkawinan pada dua keluerga yang sama.
Selain itu, masyarakat Lampung juga tidak mengenal perkawianan anak-anak, dimana laki-laki dan perempuan masih berstatus anak-anak ( Lampung: sanak ). Sampai dengan saat sekarang masih tetap berlaku ketentuan bahwa perkawinan itu hanya dapat dialkukan diantara anggota masyarakat yang tidak sesuku ( bilik ), juga masih berlaku ketentuan bahwa perkawinan itu hanya dapat dilangsunkan diantara mereka yang serumpung ( “sama-sama anggota masyarakat Lampung” ). Tetapi ketentuan ini tidak menutup kemungkinan untuk melakukan perkawinan dengan orang luar masyarakat itu, dengan cara melalui pengangkatan menjadi anggota masyarakat itu.
Pada masyarakat hukum adat Lampung ( beradat pepadun ) ditentukan pula siapa dengan siapa yang tidak dibolehkan untuk melangsungkan perkawinan, yaitu antara dua orang yang masih mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas maupun kebawa, antara dua orang yang masih berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara saudara orang tua, antara saudara nenek, dua orang yang masih berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu dan bapak tiri, dan antara dua orang yang masih berhubungan sesusuan.
Upacara perkawinanyang dilakukan oleh masyarakat Lampung pada dasarnya ditentukan oleh cara yang digunakan untuk dapat melansungkan perkawinan. Apabilah yang digunakan adalah cara pelamaran, maka upacara perkawinan disebut pinang ngerabung sanggar ( Abung Siwo Mega ), Ibal Serbo ( Mego Pak) Payu ( Pubian ), Lapab Terang ( way Kanan ), Intan Batin ( Saibatin ). 
Sementara itu dilain hal mengenai kawin lari masyarakat Lampung, biasanya kedua belah pihak ( calon suami-isteri ) telah menyusun suatu rencana yang cukup matan dan hati-hati, terutama mengenai uang tengepik dan surat tengepik serta waktu atau saat untuk melakukan lari bersama itu. Mengenai besarnya uang tengepik, sangatlah tergantung pada status orang tua laki-laki dari pihak perempuan itu, misalnya adalah penyimbang Marga, maka jumlah uang pengepik haruslah mengandung angka 24, artinya bahwa uang tengepik itu bolehlah berwujud Rp.240, Rp.2400, Rp.24.000 atau Rp.240.000, atau juga Rp. 2.400.000. Tetapi jika status orang tua laki-laki pihak perempuan itu adalah penyimbang Tiyub, maka uang tengepik itu haruslah dalam jumlah yang mengandung angka 12.
Pada umumnya surat tengepik dibuat oleh pihak perempuan, tetapi dapat juga dibuat oleh si pemudah, yang dicontoh oleh si gadis ( pihak perempuan ) atau dibuat secara bersama-sama; yang penting surat tengepik itu harus nyata merupakan tulisan dari si gadis ( pihak perempuan ). Surat tengepik ini haruslah berisi keterangan tentang uang tengepik, tempat atau kampung sebagai tujuan, keterangan sebagai diri si pemuda ( siapa, anak siapa ), pernyataan mohon maaf kepada orang tua, keluarga atau kerabat atas perbuatan tersebut, juga memuat suatu permohonan agar memperoleh penyelesaian dengan baik, serta pernyataan bahwa lari bersama itu atas kehendak sendiri.
Pada saat hendak mengambil si gadis untuk lari bersama, pihak laki-laki itu ditemani oleh keluarga yang berstatus paman, atau saudara-saudaranya, dan gadis tersebut harus ditempatkan di rumah keluarga pihak laki-laki yang berstatus sebagai kepala kelompok keluarga yang disebut penyimbang. Pengelesaian dari lari bersama ini dimulai dengan cara pihak laki-laki datang untuk menyatakan bahwa telah melakukan perbuatan salah dan memohon maaf ( ngantak salah ), kepada keluarga pihak si gadis, dan tempat untuk ngantak salah ini sudah tentu tidak pada keluarga si gadis yang dilarikan. Biasanya ngantak salah ini dilakukan keluarga pihak si gadis yang mempunyai kedudukan sebagai penyimbang.
Upacara perkawinan ini dilakukan dua kali, pertama di tempat kediaman si gadis yang disebut dengan bebekas dan yang kedua, di tempat kediaman laki-laki yang disebut dengan kuruk turun mandi.
Biasanya segala biaya dan peralatan upacar ini, merupakan tanggung jawab dari pihak keluarga si pemuda, artinya pihak keluarga pemudalah yang membiayai dan mengadakan peralatan perkawinan. Upacara pineng ngerabuk sanggar, dilakukan dalam tida tahapan, yaitu perundingan dan persiapan, pelaksanaan upacara di tempat kediaman si gadis ddan pelaksanaan upacara di kediaman si pemuda.
Tahap perundingan dan persiapan, merupakan langkah awal, yaitu melakukan perundingan yang bersifat tidak resmi antara kerabat terdekat kedua belah pihak. Pokok masalah yang dibahas adalah  untuk melakukan upacara pineng ngerabuk sanggar. Setelah peroses ini, maka masing-masing pihak secara tersendiri mengundang purtawin adat pihaknya masing-masing dan memberittahukan menmgenai permufakatan yyang telah dicapai antara kedua belah pihak ( betetulang ), dan menyerahkan kepada purtawin adat masing-masing untuk mengatur selanjutnya. Kedua pureatin adat ini kemudian melakukan perundingan dan mencapai kata sepakat mengenai waktu pelaksanaan upacara di tempat keluarga si gadis, besarnya biaya yang harus diadakan oleh pihak pemuda termasuk jumlah kerbau yang akan di potong, serta jumlah daw adat yang dibawa oleh pihak pemuda pada  waktu upacar, barang-barang yang harus diikutsrtakan sebagai barang kehormatan ( telengan ), jumlah jujur yang disepakati yang harus dibawa pada waktu pelaksanaan upacara dan persiapan alat-alat dan keperluan upacara, antara lain adalah lunjuk ( sarana untuk melakukan upacara  temu dan turun mandi ), rato ( alat pengangkut kebesaran adat pepedun ), ijan titi ( tangga yang dibuat dari bambu yang dianyam ), kuto maro ( semacam puade, beratap dan berdinding, yang dibuat dari kain warna putih ), payung lepas ( payung dengan empat warna dalam bentuk kecil ), ranjang disesat, anggar atau sanggar ( yang nantinaya akan diperebutkan oleh hulubalang kedua belah pihak dan harus dapat dimenangkan oleh hulubalang pihak pemuda ), payan atau tombak ( disediakan oleh purwatin adat pihak si gadis dan dipergunakan dalam acara serah terima mempelai wanita di lunjuk ), kutting ( berbentuk jung atau perahu yang merupakan tempat barang perhiasan , yang merupakan barang hantaran atau pengantah, dari keluarga si pemuda yang diperuntukkan bagi si gadis ) dan sarana untuk arak-arakan, antar lain adalah: kandang rarang awan  telapah, jejalan andah, payang agung, talo balak, dan talo lunik, serta seperangkat alat kulintang.
Pelaksanaan upacara di tempat keluarga  si gadis umumnya dilakukan di siang hari, diatur oleh proatin adat dan pelaksana acarra ini adalah penglaku ( panitia yag dibentuk oleh kerapatan praotin adat ) yang terdiri dari penglaku tuho dan penglaku maranai dan dibantu oleh pangawo muda dan parmattuan ( bujang gadis ). Disisni terdapat juga rangkaian acara yang memerlukan waktu lebih kurang dua hari dua siang dua malam. Kegiatan tersebut adalahngekuruk balak, cangget pilangan, dan temu di lunjuk atau patcah aji.
Ngerukuk balak adalah upacara menerima calon mempelai laki-laki serta tamu-tamu dari pihak yang diundang, dan acara bepadu dari pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada proatin adat pihak keluarga calon mempelai wanita. Upacara ini ditutup denagnacara panagn kibau pembaw temui. Cangget pilangan adalah upacara menari para penyimbang dan para bujang gadis . Acara ini dilakukan pada malam hari setelah upacara ngekuruk bala. Pada siang besok harinya diselenggarakan acara temu di lunjuk atau patcab aji, dan pada acar ini terdapat kawin menurut adat yang dilakukan diatas lunjuk oleh tuwalo anaw, yaitu isteri ratu dari penyimbang asal yang hadir dan ditunjuk oleh purtawin adat. Kegiatan di sini adalah mempertemukan ibu jari kaki sebelah kanan dari mempelai laki-laki ( mengiyan ) dengan ibu jari kaki sebelah kiri mempelai wanita ( maju ) diatas hidung kepala kerbau. Dengan dialakukan acara temu ini akan resmilah perkawinan tersebut. Untuk pengukuhan, maka acara temu ini dirangkaikan denagn acara mesek-masok yaitu penyuapan kepada kedua mempelai.
Setelah acar temu diatas , masih ada beberapa acar lagi, yaitu mencanangkan amai dan adek ( mengumumkan tutur panggilan dan gelar ), paradu gadis ( kata-kata perpisahan dari mempelai wanita ) dan terakhir adalah peliwanagn atau perpisahan dan acara serah terima ini selesai, maka dapat dilangsungkan akad nikah ( menurut ketentuan agama ). Pelaksanaan upacara perkawinan di tenpat kediaman si pemuda. Upacara perkawinan di tenpat si pemuda ( mempelai laki-laki=mengiyan ) disebut upacara cakak atau kuruk dan turun mandai yang mempunyai tahapan sebagai berikut, upacara cakak atau kuruk, upacara turun mandi. Upacara turun mandii merupakan kegiatan yang berfokus pada ngekuruk balak cangget turun mandi dan upacara turun mandi. Upacara ngerukuk balak adalah penyambutan keluarga, penyimbang ( purwatin ) adat dari pihak mempelai wanita , di sini keluarga mempelai wanita menyerahkan barang0barang bawaan, yaitu sigeb pungutan ( berisi roko, tembakau ), urai cambai ( sirih-pinang ), juadah atau kue dodol, daw bai atau pedatong, yaitu sejumlah uang atau urunan adat  purwatin adat darri pihak mempelai wanita, dan sesan, yaitu barang bawaan perkawianan dari mempelai wanita yang dapat berupa alat rumah tangga, perhiasan dan sebagainya.
Pada malam harinya diadakan cengget turun mandi, acara ini adalah acara penganggik ( acara keluarga besar kedua mempelai yang akan meresmikan putra-putri mereka pada status remaja yaitu bujan dan gadis ). Apabilah acara ini telah usai, maka pada esok harinya dilakukan acara turun mandi, yang merupakan rankaian pada acara ngegattung buah penyaraw, nginyaw bias, ( mencuci bers ) besuraj-buasah atau acar mendidik, melobangi telinga dan mengasah gigi yang dilakukan secara simbolos, temu di lenjuk dan mesuk, igel peradu kemaraian ( igel tari peresmian mengakhiri masa bujang ), turun mandi ( menyucikan diri untuk pihak wanita ) dan ngruruh buah menyaraw atau nguduh buah penyaraw.

Categories: Share

Leave a Reply